LINGUSTIK MODERN: Perkembangan, Aliran, Tokoh, dan Karakteristiknya

LINGUSTIK MODERN: Perkembangan, Aliran, Tokoh, dan Karakteristiknya[1]

A.    PENDAHULUAN
Secara umum, perkembangan kajian linguistik tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori dan penelitian yang telah dihasilkan serta munculnya bermacam gerakan dan aliran. Penelitian-penelitian yang dilahirkan dari perkembangan teori tersebut juga melahirkan teori baru yang merupakan bentuk ketidakpuasaan terhadap teori pendahulunya.
Linguistik modern muncul sejak berakhirnya zaman renaissance yang ditandai oleh munculnya buku “Course de Linguistique General” yang dianggap sebagai awal babakan baru lahirnya linguistik modern dan seka itulah Ferdinand de Saussure dianggap sebagai bapak linguistik modern.[2]
Ferdinand de Saussure beserta karyanya tersebut telah banyak mempengaruhi dunia linguistik lewat beberapa gagasan dan teorinya di bidang linguistik. Disamping itu juga pasca lahirnya teori-teori yang dibawa oleh de Saussure ternyata juga mengundang banyak reaksi dari para linguis selanjutnya untuk mengkaji kembali teori-teori yang dibawanya dan merumuskan teori-teori baru di bidang linguitik. Maka lahirlah beberapa tokoh linguis lainnya seperti Robert Lado, Edwar Saphir, William Francis Mackey, Noam Chomsky, Bloomfield, Louis Hjelmslev, John Rupert Firth, M.A.K Halliday, dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam diskusi ini penulis membataskan diri pada persoalan yang berkaitan dengan Linguistik modern yang dimulai dari Strukturalisme hingga Posstrukturalisme, perkembangan, tokoh-tokohnya hingga karakteristik masing-masing aliran tersebut.

B.     LINGUISTIK STRUKTURALISME
1.      Ferdinand de Saussure dan Aliran Struktural
Ferdinand de Saussure adalah seorang ahli linguistik yang berkebangsaan Swiss. Dia dilahirkan di kota Jenewa pada tanggal 26 November 1857 dari keluarga Protestan Prancis (Huguenot) yang berimigrasi dari Lorrine ketika perang agama pada akhir abad ke-16. Kemampuannya dalam bidang bahasa sudah tampak sejak ia masih kecil. Pada umur 15 tahun ia menulis karangan Essai sur les langues dan pada tahun 1874 mulai belajar bahasa Sansekerta.
Pada awalnya ia mengikuti mata pelajaran fisika dan kimia di Universitas Jenewa, kemudian melanjutkannya di Leipzig tahun 1876-1878 dan di Berlin tahun 1878-1879. Di perguruan tinggi ia belajar dari tokoh-tokoh besar linguistik seperti Brugmann dan Hubschman, yang pada saat itu dipandang sebagai ahli linguistik. Ketika mahasiswa ia telah membaca karya ahli linguistik Amerika , William Dwight Whitney yang berjudul The Life and Growth of languange: an Outline of Linguistic, yang akan mempengaruhi teorinya dikemudian hari.[3]
Pada tahun 1880 ia telah menyelesaikan kuliahnya dengan mendapat gelar doktor summa cum laude dengan disertasinya “De I’emploi du genetif absolu en sanscrit” dari Universitas Leipzig. Pada tahun 1878 ketika berusia 21 tahun, Ferdinand menghasilkan sebuah karya yang berjudul Memorie sur le systeme primitif des voylles dans les langues indo-europeennes (Catatan tentang sistem vokal purba dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa), karya ini merupakan bukti kecermelangannya sebagai ahli linguistik historis. Karyanya ini merupakan penerapan metode rekonstruksi untuk menjelaskan hubungan absolut dalam bahasa-bahasa Eropa[4].
Sekalipun ia menghasilkan karya yang bernuansa linguistik historis, Ferdinand lebih dikenal sebagai linguistik umum. Hal ini dikarenakan dua orang muridnya (Charles Bally dan Albert Sechehay) menerbitkan sebuah buku yang berjudul Course de linguistique generale (kursus tentang linguistik umum) berdasarkan catatan kuliah selama de Saussure memberi kuliah di Universitas Jenewa tahun 1906-1911.[5] Pada tahun 1891 ia pindah ke Jenewa untuk mengajarkan bahasa Sansekerta dan lingustik historis komperatif di sebuah Universitas yang ternama.
Diantara ahli-ahli linguistik sezaman yang dikenal ialah Baudouin de Courtenay dan Kruszewski, yakni sarjana-sarjana yang dianggap pelopor teori fonologi. Beberapa kali ia menolak untuk mengembangkan pandangan-pandangan teoritisnya, namun pada akhirnya ia terpaksa mengajar linguistik umum karena guru besar yakni Joseph Wertheimer, berhenti sebelum waktunya. Tugas ini dijalankan sampai ia meninggal pada 22 Februari 1913. Karya de Saussure yang terkenal tersebut dianggap sebagai basis lahirnya linguistik modern.[6] Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep; (1) perbedaan langue dan parole; (2) telaah sinkronik dan diakronik; (3) perbedaan signifiant dan signifie; (4) hubungan sintakmatik dan paradigmatik.[7]

2.      Aliran Lain yang mengembangkan teori Struktural
Linguistik struktural pun mengalami perkembangan. Berbagai aliran linguistic pun bermunculan. Pertama, Aliran Praha dengan tokohnya Vilem Mathesius, Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, dan Morris Halle. Aliran ini membedakan fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu sendiri). Aliran ini mengembangkan istilah morfonologi (meneliti perubahan fonologis yang terjadi akibat hubungan morfem dengan morfem). Dalam bidang sistaksis aliran ini mencoba menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional.[8]
Kedua, Aliran Glosematik, aliran ini lahir di Denmark dengan tokohnya, Louis Hjemslev menganggap bahasa mengandung segi ekspresi (signifiant) dan segi isi (signifie). Masing-masing segi mengandung formal dan substansi. Ketiga, Aliran Fhirtian, dengan tokohnya Joh R. Firth (London, 1890-1960). Dikenal dengan teori fonologi prosodi (menentukan arti pada tataran fonetis). Ada tiga macam pokok prosodi: menyangkut gabungan fonem, struktur kata, suku kata, gabungan konsonan, dan gabungan vocal; prosodi dari sandi atau jeda; prosodi yang realisasi fonetisnya lebih besar daripada fonem-fonem suprasegmental.
Keempat, Aliran Sistemik, kelompok ini berpandangan: memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa, terutama pada fungsi dan penerapan dalam berbahasa; memandang bahasa sebagai pelaksana, contoh: pembedaan langue (jajaran pikiran bergantung penutur bahasa) dan parole (perilaku kebahasaan sebenarnya); mengutamakan ciri bahasa tertentu dan variasinya; mengenal gradasi atau kontinum; menggambarkan tiga tataran utama bahasa: substansi, forma, dan situasi. Kelima, Leonard Bloomfield dengan aliran strukturalis Amerika. Ada beberapa faktor yang menyebabkan aliran ini berkembang: mereka memerikan bahasa Indian dengan cara sinkronik; Bloomfield  memerikan bahasa aliran strukturalisme berdasarkan fakta objektive sesuai dengan kenyataan yang diamati;hubungan baik antar linguis, sehingga menerbitkan majalah Language, sebagai wadah untuk melaporkan hasil karya mereka. Aliran ini sering disebut Aliran Taksonomi, karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya.
Keenam, Aliran Linguistik Tagmemik, dipelopori oleh Kenneth L. Pike. Aliran tagmemik tidak membatasi minatnya pada bahasa, tetapi harus memandang bahasa sebagai konteks yang lebih luas, yaitu mempelajari perilaku nonverbal biasa dari orang awam, dan juga dalam konteks perilaku pengamat bahasa yang khusus (linguis).[9] Teori tagmemik merupakan teori dari pelbagai teori yang menyatakan bagaimana pengamat secara universal mempengaruhi data dan menjadi bagian dari data tersebut.

3.      Tokoh-tokoh Pengembang Struktrural
a)      Roland Barthes[10]
Barthes (1915-1985) merupakan tokoh intelektual dan filsuf Perancis yang gagasannya berada pada fase peralihan dari Strukturalisme ke postrukturalisme. Walau demikian, Barthes bersama Levi-Strauss adalah tokoh-tokoh awal yang mencetuskan faham struktural dan meneliti sistem tanda dalam budaya. Menurutnya, ada titik temu atau konvergensi antara linguistik (ilmu-ilmu bahasa) dan penelitian budaya yang pada gilirannya akan memperkaya penelitian semiologi (yaitu ilmu tentang praktek penandaan/signifying atau analisis penetapan makna dalam budaya) yang ia kembangkan. Berikut adalah beberapa tema konseptual dan terminologi yang ia pakai:
Pertama, langue/parole: distingsi yang dicetuskan oleh Saussureini tidak hanya dapat dipakai dalam fenomena linguistik tetapi jugadalam konteks semiotik. Kedua, signifer/signified: distingsi Sussurian tentang benda atau konsep yang dihadirkan melalui ―yang ditandakan (signified) , dan tanda yang menghadirkan (signifier /penanda) bagi Barthes merupakan sesuatu yang esensial dalam sistem penandaan (sign systems).
Ketiga, syntagm  dan system. Syntagm mengacu pada cara bagaimana tanda-tanda disusun melintasi waktu dalam satu susunan (tata bahasa/grammatika). Oleh karenanya, setiap bagian dalam hal ini mengambil nilai terhadap lawannya. System, mengacu pada perlawanannya yang bisa diganti atau kadang dilihat sebagai paradigma. Keempat, denotation dan connotation: keduanya mengacu pada―tatanan makna kata (order of signification).Yang pertama pada makna kata lugas atau literal, dalam arti menjelaskan sesuatu sebagaimana adanya (denotasi). Yang kedua menggunakan arti kiasan (konotasi), dan dalam arti tertentu melibatkan semacam metabahasa. Denotasi berada pada tingkatan yang lebih rendah. 
Tema-tema tersebut disajikan dalanm karyanya Mythologies (1957) buku ini merupakan pengantar terbaik untuk mengilustrasikan pendekatan Barthes akan studi tanda-tanda (semiotik). Menurutnya, tanda-tanda dalam budaya bukanlah sesuatu yang polos murni (innocent), namun sebaliknya tanda-tanda justru memiliki kaitan yang kompleks dengan reproduksi ideologi. Barthes mengangkat interpretasi tentang berbagai fenomena dan menghubungkannya dengan tema yang berbau Marxis, termasuk dengan kebenaran sejati, ideologi, dan pemujaan berhala komoditas (commodity fetishism).
Buku Mythologies Barthes ini menjadi sangat penting karena dua alasan; 1) membuka alur baru dengan menghubungkan semiotika dan teori kritis, dan 2) melegitimasi studi budaya populer dalam dunia akademik dan trend gaya hidup (life style) dalam masyarakat konsumer (consumer society), yang dikaji lebih jauh oleh Marshall Shalin, Jean Baudrillard, dan Umberto Eco.
b)      Charles Sanders Peirce[11]
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.[12]
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan.
c)    Jacques Derrida[13]
Derrida terkenal dengan model semiotika Dekonstruksi-nya. Dekonstruksi, menurut Derrida, adalah sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku. Konsep Dekonstruksi –yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas—pada dasarnya dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier) melalui penyusunan konsep (signified). Dalam teori Grammatology, Derrida menemukan konsepsi tak pernah membangun arti tanda-tanda secara murni, karena semua tanda senantiasa sudah mengandung artikulasi lain.[14]
Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik secara terus-menerus hirarki oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya. Dengan demikian, yang semula pusat, fondasi, prinsip, diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi fondasi, dan tidak lagi prinsip. Strategi pembalikan ini dijalankan dalam kesementaraan dan ketidakstabilan yang permanen sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas.[15]
4.      Karakteristik Linguistik Struktural
Setalah diuraikan mengenai pandangan aliran strukturalis seratta para tokoh-tokohnya selanjtnya dipaparkan mengenai ciri-ciri aliran struktural tersebut adalah sebagai berikut[16];
a)      Berlandaskan pada faham Behaviorisme
Sejalan dengan fahan Behaviorisme, bahwa sesungguhnya proses berbahasa sebagaimana tingkah laku yang merupakan suatu proses stimulus-respon. Setiap manusia berujar pada dasarnya merupakan respon dari suatu stimulus. Stimulus adakalanya berupa ujaran, adakalanya berupa isyrat dengan gerakan anggota badan (gesture), dan adakalanya pula berupa situasi.
b)      Bahasa berupa Ujaran
Ciri ini menunjukka bahwa hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa. Dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan metode langsung (direct method) dengan pendekatan oral (Oral Approach). Tulisan statusnya sejajar dengan gersture.
c)      Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan konvensional
Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar. Adapun yang dimaksud dengan arbitrer adalah sifat dari tanda tersebut adalah semena-mena. Namun demikian kearbitreran itu dibatasi oleh suatu konvensi atau kesepakatan antar pemakai.[17]
d)      Bahasa merupakan kebiasaan (habit)
Berdasarkan sistem habit, pengajaran bahasa diterapkan metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
e)      Kegramatikalan berdasarkan keumuman
Bentuk dan struktur bahasa yang sudah biasa dipakai atau yang umum sajalah yang dinilai sebagai bentuk yang gramatikal. Bentuk-bentuk yang secara kaidah sebenarnya betul akan tetapi belum biasa dipakai atau belum umum, maka bentuk tersebut terpaksa dinyatakan sebagai bentuk yang tidak gramatikal. Dengan demikian standar yang dipakai untuk menetapkan kegramatikalan suatu bahasa adalah standar keumuman, bukan standar kaidah atau norma bahasa.
f)        Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi
Level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah yaitu fonem sampai level tertinggi berupa kalimat. Urutan tataran gramatikalnya adalah morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Tataran di atas kalimat belum terjangkau oleh aliran ini.
g)      Tekanan Analisis pada bidang morfologi
Aliran strukturalisme lebih menekankan analisis morfologi. Hal ini tidak berarti bahwa bidang yang lain diabaikan begitu saja.
h)      Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik
Deretan sintakmatik adalah suatu deretan unsur secara horisontal. Deretan sintakmatik ini terjadi dalam segala tataran baik pada tataran fonologi, morfologi maupun sintaksis. Sedangkan deretan paradigmatik adalah deretan struktur yang sejenis secara vertikal. Derertan paradigmatik ini juga berlaku untuk semua tataran.[18]
i)        Analisis bahasa secara deskriptif
Menurut aliran struktural analisis bahasa harus didasarkan atas kenyataan yang ada. Data bahasa yang dianalisis hanyalah data pada saat penelitian dilakukan.
j)        Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung
Unsur langsung adalah unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.[19]

C.    LINGUISTIK POSSTRUKTURALISME
1.      Noam Chomsky dan Aliran Transformasi Generatif
Nama lengkapnya adalah Avram Noam Chomsky (lahir di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, 7 Desember 1928; umur 82 tahun), dibesarkan di tengah keluarga berpendidikan tinggi, pasangan Dr William Zev Chomsky dan Elsie Simonofsky. Ia adalah seorang profesor linguistik dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Yang merupakan murid dari Z.S. Haris. Salah satu reputasi Chomsky di bidang linguistik terpahat lewat teorinya tentang tata bahasa generatif. Ia menjadi sangat terkenal dengan bukunya yang berjudul Syntactic Structures (1957). Munculnya buku ini, timbul fase linguistic baru, revolusi ilmiah dalam bidang linguistic.[20]
George Orwell adalah salah seorang yang karya-karyanya sudah memukau Chomsky dan menginspirasinya semenjak remaja. Novel "Animal Farm, 1984", esai semacam "Language in the Service of Propaganda" atau "Homage to Catalonia", merupakan sedikit dari deretan karya Orwell yang memengaruhi Chomsky. Chomsky bahkan gemar membandingkan dirinya dengan novelis itu. Untuk mencari kebenaran sejati, Orwell berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk memperoleh informasi dari tangan pertama. Sedangkan Chomsky mengeksplorasi kebenaran itu dari buku dan khasanah teks yang ia baca. Ditambah kegemaran masa kecilnya, membaca seri ensiklopedi Compton.[21]
Ayahnya dikenal dikenal sebagai ahli gramatika bahasa Ibrani, yang disebut harian New York Times sebagai ahli gramatika bahasa Ibrani terkemuka yang menulis sejumlah karya gramatika bahasa itu. Pada usia 12 tahun, Chomsky sudah membaca salah satu karya berat ayahnya tentang tata bahasa Ibrani abad ke-13. Selain memperkenalkan bahasa dan warisan budaya leluhurnya, Yahudi, ayah Chomsky juga memperkenalkan tradisi intelektual yang kelak melekat dalam diri Chomsky. Sementara ayahnya mewarisi tradisi kebebasan intelektual, ibunya yang memiliki kecenderungan kekiri-kirian (antikemapanan) menekankannya pentingnya keseimbangan untuk bertindak sebagai pemikir yang sekaligus aktivis.
Noam Chomsky adalah ahli linguistic yang cukup produktif dalam membuat buku. Chomsky telah menulis lebih dari 30 buku politik, dengan beragam tema. Kepakarannya di bidang linguistik ini mengantarkannya merambah ke studi politik. Dan sejak 1965 hingga kini, dia menjelma menjadi salah satu tokoh intelektual yang paling kritis terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Buku-buku bertema politiknya kerap dianggap terlalu radikal untuk diresensi atau ditampilkan media AS.
Selama lima dasawarsa ini, Chomsky telah menjalin kontrak secara langsung dengan lebih dari 60 penerbit di seluruh dunia dan sudah menulis lebih dari 30 buku bertema politik. Dan baris-baris kalimat dalam tulisannya muncul di lebih dari 100 buku, mulai dari karya ilmiah tentang linguistik, politik, hingga kumpulan kuliah, wawancara dan esai.
Teorinya terkenal dengan nama, tata bahasa transformasional genertif (Transformational Generatif Grammar) atau tata bahasa generative. Transformasi adalah memberikan beberapa tanda yang memungkinkan penutur dan pendengar memahami suatu kalimat.  Sedangkan Generatif mengandung 2 (dua) makna, yaitu[22]; (1) Produktivitas dan kreativitas. Bahasa adalah sesuatu yang dihasilkan penutur tanpa terikat oleh berbagai unsure bahasa itu sendiri; dan (2) Keformalan dan dan eksplisit. Dari sudut pandang ini dapat dikatakan bahasa dikombinasikan atas unsur dasar berupa (Fonem, morfem, dan lain sebagainya).
Tata bahasa transformasi lahir bersamaan dengan terbitnya buku Syntactic Structure pada tahun 1957. Teori yang dikemukakan dalam buku ini sering disebut dengan nama “tata bahasa transformasi klasik”. Adanya sambutan yang berupa kritik dan saran atas kekurangan yang ada dalam teori itu menyebabkan munculnya lagi buku Chomsky pada tahun 1965 dengan judul Aspect of the Theory of Syntax. Dalam buku ini, Chomsky telah menyempurnakan teorinya mengenai sintaksis dengan mengadakan beberapa perubahan yang prinsipil.[23] Ada tiga asumsi dan hipotesis Noam Chomsky dalam bukunya tersebut yakni[24];
a)      Perbedaan antara Competence (al-kifâyah) dan Performance (al-adâ’)
Chomsky membedakan antara kemampuan (competence) dan perbuatan berbahasa (performance). Dalam tata bahasa transformasional ini kemampuanlah yang menjadi objeknya, meskipun perbuatan berbahasa juga penting.
Competence adalah kemungkinan yang terwaris dan tersimpan dalam otak manusia itu memberikan kemungkinan kepadanya untuk melaksanakan proses berbahasa. Dengan kata lain competence adalah pengetahuan yang dimilki oleh pemakai bahasa mengenai bahasanya. Ia berpendapat bahwa sebenarnya kalimat yang kita dengar dari seorang pembicara bahasa tertentu itu pada umumnya adalah kalimat-kalimat yang baru.[25]
Sedangkan performance merupakan pencerminan dari competence, yang juga dipengaruhi oleh berbagai situasi mental dan lingkungan real seperti keterbatasan ingatan, keteledoran, kecerobohan dan sebagainya. Oleh karena itu, agar performance benar-benar merupakan pencerminan competence atau bunyi dan makna bersesuai dengan kaidah-kaidah competence, maka faktor-faktor ekstralinguistik tersebut sejauh mungkin dihindari. Dengan kata lain dapat kita katakan bahwa performance adalah pemakaian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya.
Menurut aliran ini sebuah tata bahasa hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang tertentu jumlahnya, tetapi dapat menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Seseorang bisa membuat berbagai kalimat yang tidak terbatas jumlahnya dan bisa ia mengerti, yang mana sebagian besar kalimat tersebut barangkali belum pernah diucapkan ataupun didengar. kemampuan tersebut dinamakan aspek kreatif bahasa.

b)      Perbedaan antara deep structure (al-binyah al-tahtiyah) dan  surface structure (al-binyah al-sathhiyah)
Wilhem Von Humboldt berpendapat bahwa bahasa adalah bunyi (Lutform), dan pikiran (idennform/innereform). Atau dengan kata lain bunyi bahasa merupakan bentuk luar, sedangkan pikiran adalah bahasa yang kita rasakan (bathin) bentuk dalam.[26]
Dalam teorinya ini, Chomsky sangat menaruh perhatian besar pada kaidah yang diistilahkan oleh dengan “system yang dalam akal penutur bahasa yang berbentuk bathin,, yang diperolehnya semasa kecil”.[27] Analisa bahasa khususnya sintaksis disamping tataran yang lebih konkrit berupa bentuk-bentuk sintaksis atau srtruktur atas (surface structur), terdapat juga tataran yang lebih abstrak yaitu struktur bawah (deep structur). Struktur bawah inilah yang menjadi landasan utama dalam pembahasan teori Generatif Transformasi.[28]
c)      Kreativitas berbahasa
Masalah penting lainnya yang dibahas dalam teori Generatif-Transformasi adalah daya kreativitas dalam bahasa. Dengan kata lain, teori ini menekankan pentingnya bahasa kreatif-salah satu sifat dasar manusia yang bersifat kolektif. Bahasa kreatif inilah yang membedakannya dari bahasa artifisial (buatan). Sekaligus menjadi titik perbendaan aliran kognitif dan aliran behaviorisme.
Pengalaman berbahasa, memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan bahasa manusia itu sendiri-bagaimana pada akhirnya merupakan bentuk prilaku yang paling cerdas yang dimiliki manusia.[29] Kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan yang paling universal dan penting dalam kehidupan manusia.
Kemampuan kreatifitas ini terbentuk dari pengetahuan manusia yang alami terhadap kaidah-kaidah bahasa yang terbatas. Dari sinilah muncul penamaan teori ini dengan nama teori generative. Sebagaimana yang telah dijelaskan. Chomsky mengisyaratkan bahwa tujuan berbahasa adalah agar penutur bahasa tertentu bisa mengcreate atau menciptakan dengan daya kreasinya kalimat-kalimat baru dan memahaminya dengan benar, meskipun sebelumnya ia tidak pernah mendengarnya.

2.      Karakteristik Aliran Transformasional
a)      Berdasarkan Paham Mentalistik
Aliran ini berpendapat bahwa proses berbahasa bukan sekadar proses rangsang-tanggap (stimulus-respon) semata-mata, akan tetapi justru menonjol sebagai proses kejiwaan. Proses berbahasa bukan sekadar proses fisik yang berupa bunyi sebagai hasil sumber getar yang diterima oleh alat auditoris, akan tetapi berupa proses kejiwaan di dalam diri peserta bicara.[30]
b)      Bahasa Merupakan Innate
Kaum transformasi beranggapan penuh bahwa bahasa merupakan faktor innate (warisan keturunan). Dalam hal ini, untuk membuktikan teorinya Chomsky dengan bantuan rekannya membuktikan bahwa struktur otak manusia dengan otak simpanse persis sama, kecuali satu simpul syaraf bicara yang ada pada struktur otak manusia tidak terdapat pada struktur otak simpanse. Itulah sebabnya simpanse tidak dapat berbicara seperti manusia, meskipun ia telah dilatih berkali-kali, karena hal itu tidak disebabkan oleh kebiasaan, akan tetapi harus ada faktor keturunan.
c)      Bahasa Terdiri atas Lapis Dalam dan Lapis Permukaan
Teori transformasional memisahkan bahasa atas dua lapisan, yakni deep structure (struktur dalam/ lapis batin) yaitu tempat terjadinya proses berbahasa yang sesungguhnya/ secara mentalistik; dan surface structure (struktur luar, struktur lahiriah) yaitu wujud lahiriyah yang ditransformasikan dari lapis batin. Contoh: Welcome, Ahlan wa Sahlan, Selamat datang merupakan tiga unsur struktur permukaan yang ditransformasikan dari satu struktur dalam yang sama.[31]
d)     Bahasa Terdiri atas Unsur Competent dan Performance
Aliran transformasional memisahkan bahasa atas unsur competent yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang penutur tentang bahasanya termasuk kaidah-kaidah yang berlaku bagi bahasanya; dan performance yaitu ketrampilan seseorang dalam menggunakan bahasa tersebut.
e)      Analisis Bahasa Bertolak dari Kalimat
Aliran ini beranggapan bahwa kalimat merupakan tataran gramatik yang tertingi. Dari kalimat analisisnya turun ke frasa dan kemudian dari frasa turun ke kata. Aliran ini tidak mengakui adanya klausa.
f)       Bahasa Bersifat Kreatif
Ciri ini merupakan reaksi atas anggapan kaum struktural yang fanatik terhadap standar keumuman. Bagi kaum transformasional yang terpenting adalah kaidah. Walaupun suatu bentuk kata belum umum asalkan pembentukannya sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka tidak ada halangan untuk mengakuinya sebagai bentuk gramatikal. Contoh: Sampah telah menggunung di tepi jalan. Kata ‘menggunung’ terbentuk dari kata ‘gunung’ dan prefiks me-ng bermaksud menyerupai gunung.
D.    PENUTUP
Linguistik modern dirintis pertama kali sejak munculnya seorang linguis berkebangsaan Swiss Ferdinand de Saussure dengan teori linguistik strukturalnya yang termuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale (1916). Karya de Saussure yang terkenal tersebut dianggap sebagai basis lahirnya linguistik modern. Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep; (1) perbedaan langue dan parole; (2) telaah sinkronik dan diakronik; (3) perbedaan signifiant dan signifie; (4) hubungan sintakmatik dan paradigmatik. Linguistik struktural pun mengalami perkembangan. Berbagai aliran linguistik pun bermunculan yang dianggap sebagai pengembang teori struktural de Saussure. Diantara pengembang aliran linguistik struktural yakni; aliran Praha, aliran Glosematik,  aliran Fhirtian, aliran sistemik, aliran Strukturalis Amerika, aliran Linguistik Tagmemik.
Sekian puluh tahun linguistik digandrungi sebagai satu-satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa, maka muncullah aliran linguistik transformasi dengan tokohnya Avram Noam Chomsky sebagai bentuk ketidakpuasaan atas teori linguistik struktural yang ada. Pada tahun 1965 Chomsky dengan karyanya Aspect of the Theory of Syntax ingin mencoba memperkenalkan tiga asumsi dan hipotesisnya terhadap bahasa yakni; (1) Perbedaan antara Competence (al-kifâyah) dan Performance (al-adâ’); (2) Perbedaan antara deep structure (al-binyah al-tahtiyah) dan  surface structure (al-binyah al-sathhiyah); (3) Kreativitas berbahasa.
Masing-masing kedua aliran tersebut memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik tersebut mencerminkan pokok-pokok atau prinsip-prinsip kebahasaan yang diusung oleh kedua aliran besar tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis bin Ibrahim el-Ushaili, Psikolinguistik Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung : Humaniora, 2009.
Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta: PT Renika Cipta, 2007.
                        , Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta : Rineka Cipta, 2009.
Ahmad Mukhtar Ammar, Muhâdharât fi ‘Ilm al-Lughah al-Hadist, Cairo: ‘Alam al-Kotob, 1995.
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Rosdakarya, 2006.
Emmanuel Subangun, Syurga Derrida; Jejak langkah Posmodernisme di Indonesia, Yogyakarta: CRI Alocita bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 1994
Gory Keraf, Linguistik Bandingan Tipologis, Jakarta : Gramedia, 1990.
Gunawan Tedjoworo, Kajian Semiotik dalam Arsitektur, Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya UI, 2000.
Harimurti Kridalaksana, Mongin-Ferdinand de Saussure [1857-1913], Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer; dari Strukturalisme sampai Posmodernisme, Yogyakarta: Kanisius, 2001
Jos Daniel Parera, Kajian linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1991.
Kenneth L Pike,  Konsep Linguistik: Pengantar Teori Tagmemik, Jakarta: Summer Institute of Linguistics, 1992.
Mansur Pateda, Linguistik (Sebuah Pengantar), Bandung : Angkasa bandung, 1990.
Muhammad Muhammad Daud, al-‘Arabiyah wa ‘Ilm al-Lughah al-Hadȋst, Cairo: Dar Gharib, 2001.
Philip Thody dan Ann Course, Introducting Barthes, UK: Ikons Books, 1999
Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 2002.
Stanley Grenz, A Primer on Postmodernisme; Pengantar untuk memahami Postmodernisme, terj Wilson Suwinto, Yogyakarta: Yayasan Andi, 2001
Thomas Amstrong, Kinds Of Smart; Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda berdasarkan Teori Multiple Intelligence, Jakarta : Gramedia, 2005.



[1] Makalah ini dipresentasikan pada mata kuliah Semantik yang diampu oleh Prof. Dr. H. Sugeng Sugiyono, MA pada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab pada 6 November 2013.
[2] Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Renika Cipta, 2007), hlm. 345.
[4] Harimurti Kridalaksana, Mongin-Ferdinand de Saussure [1857-1913], (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. 8-10. Ferdinand antara lain mengajukan hipotesis bahwa vokal-vokal panjang berasal dari vokal pendek dan luncuran. Ia  mengajar bahasa Sansekerta, Ghotik, dan Jerman tinggi kuno serta linguistik komperatif Indo-Eropa di Ecole Pratique des Hautes Etudes Universitas Paris
[5] Abdul Chaer, Linguistik Umum...........hlm. 346.
[6] Jos Daniel Parera, Kajian linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1991), hlm. 66.
[7] Muhammad Muhammad Daud, al-‘Arabiyah wa ‘Ilm al-Lughah al-Hadȋst, (Cairo: Dar Gharib, 2001), hlm. 80-81.
[8] Lihat Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 2002), hlm. 69. Aliran ini juga disebut aliran fungsional karena titik telaahnya pada fungsi. Di dalam telaah yang menekankan pada segi fungsi itu bidang fonologi cukup banyak memperoleh penggarapan. Baca juga Abdul Chaer, Linguistik Umum...hlm. 351-354.
[9] Kenneth L Pike,  Konsep Linguistik: Pengantar Teori Tagmemik, (Jakarta: Summer Institute of Linguistics, 1992), hlm. 2.
[10] Roland Barthes adalah seorang filsuf yang berasal dari Perancis, lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Perancis.  Ayahnya seorang perwira angkatan laut, meninggal dalam sebuah pertempuran di laut utara sebelum usia Barthes genap mencapai satu tahun. Sepeninggal ayahnya, ia kemudian diasuh oleh ibu, kakek, dan neneknya.
Barthes menempuh pendidikan di French Literature and Classics Universitas Paris. Ia pernah mengajar sastra Perancis di Rumania dan Mesir. Ia selanjutnya bergabung dengan The National de Recherche Scientifique. Barthes memusatkan penelitiannya dalam sosiologi dan leksikologi. Barthes menjadi profesor di College de France  dalam bidang semiologi literal sebelum ia meninggal pada tanggal 29 Maret 1980 karena kecelakaan pada saat ia makan siang dengan Michel Foucault dan Francois Mitterand, seorang tokoh oposisi  sosialis yang terpilih menjadi presiden pada bulan Mei sesudahnya. Lihat Philip Thody dan Ann Course, Introducting Barthes, (UK: Ikons Books, 1999), hlm. 170.
[11] Peirce lahir dalam sebuah keluarga intelektual pada tahun 1839. Ayahnya Benjamin adalah seorang profesor matematika di Harvard University. Pada tahun 1859, 1862, dan 1863 secara berturut-turut ia menerima gelar B.A, M.A, dan B. Sc dari Universitas Harvard. Selama lebih dari tiga pupuh tahun (1859-1860, 18-61-1891) Peirce banyak melaksanakan tugas astronomi dan geodesi untuk survei pantai Amerika Serikat (United States Coast Survey). Dari  tahun 1879 sampai 1884, ia menjadi dosen paruh waktu dalam bidang logika di Universitas Johns Hopkins. Peirce terkenal dengan teori tandanya. Dalam lingkup semiotika, Peirce sering mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Lihat John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer; dari Strukturalisme sampai Posmodernisme, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 227.
[12] Lihat Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2006), hlm. 41-42.
[13] Jacques Derrida dilahirkan pada 1930 dalam keluarga Yahudi di El Biar, Aljazair. Sementara menyelesaikan gelar sarjananya, ia tertarik mempelajari filsafat. Ia pergi dari rumahnya ke Perancis untuk menjadi anggota militer. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia tetap tinggal di Perancis untuk studi ke Ecole Normale Superieure  (ENS), Paris. Sementara studinya semakin maju, Derrida  memutuskan tidak menulis tesis untuk mencapai gelar doktor. Ia menyadari permasalahan yang ada dalam ilmu filsafat, khususnya dalam hubungannya dengan literatur. Ia kian yakin pada kesimpulannya bahwa filsafat adalah semacam bentuk sastra literatur. lihat Stanley Grenz, A Primer on Postmodernisme; Pengantar untuk memahami Postmodernisme, terj Wilson Suwinto, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2001), hlm. 222.
[14] Emmanuel Subangun, Syurga Derrida; Jejak langkah Posmodernisme di Indonesia, (Yogyakarta: CRI Alocita bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 61.
[15] Puncak Dekonstruksi Derrida, yang banyak disebut sementara ahli sebagai dekonstruksi postmodernisme terutama dalam kaitannya dengan bahasa, dikemas  dalam dua pokok, yakni; (1) mimesis tanpa asal-usul (mimesis without origin), dan (2) apokalips tanpa akhir (apocalypse without end). Lebih lanjut lihat Gunawan Tedjoworo, Kajian Semiotik dalam Arsitektur, (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya UI, 2000), hlm. 39-40.
[16] Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum......hlm. 48.
[17] Nita Zakiyah, http://niethazakia.blogspot.com/2012/08/aliran-aliran-linguistik.html. Dikses pada tanggal 31 Oktober 2013.
[18] Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum..........hlm. 51
[19] Ibid., hlm. 52.
[20] Wikipedia. /id.wikipedia.org/wiki/Noam_Chomsky. Diakses 30 Oktober 2013
[21] Mansur Pateda, Linguistik (Sebuah Pengantar), Bandung : Angkasa bandung, 1990), cet. 1, hal. 41
[22] Gory Keraf, Linguistik Bandingan Tipologis, (Jakarta : Gramedia, 1990), hlm.. 95
[23] Abdul Chaer, Linguistik Umum........hlm. 365
[24] Jos Daniel Parera, Kajian linguistik Umum Historis.....hlm.82. Bandingkan dengan Ahmad Mukhtar Ammar, Muhâdharât fi ‘Ilm al-Lughah al-Hadist, (Cairo: ‘Alam al-Kotob, 1995), hlm.162-163.
[25] Abdul Chaer, Linguistik Umum........hlm. 364-365
[26] Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik,( Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hlm. 52
[27]Abdul Azis bin Ibrahim el-Ushaili, Psikolinguistik Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung : Humaniora, 2009), hlm. 72.
[28] Gory Keraf, Linguistik Bandingan Tipologis..........hlm. 170.
[29]Thomas Amstrong, Kinds Of Smart; Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda berdasarkan Teori Multiple Intelligence, (Jakarta : Gramedia, 2005), cet. 5, hlm. 19.
[30] Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum..........hlm. 53
[31] Saska al-Bahy, http://aliranlinguistik.blogspot.com/2011/07/aliran-transformasional.html. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2013.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

الكتابة: مفهومها وخصائصها ونشأتها وأنواعها

PENYUSUNAN BAHAN AJAR BAHASA ARAB